PENGETAHUAN

24 Okt 2010 1 Komentar

(Foto: gettyimages)
KESABARAN adalah suatu kebajikan, tapi waktu adalah segalanya. Semakin mudah Anda menyadari perubahan mood, semakin mudah pula Anda mendapatkan apa yang diinginkan.
Para wanita, apakah Anda sudah beberapa kali meminta liburan romantis, sepatu baru, atau perawatan di spa, tapi tak jua ditanggapi pasangan? Penyebabnya bisa jadi Anda memilih waktu yang tidak pas. Faktanya, pria cenderung lebih mengabulkan permohonan wanita setelah pukul 18.00.
Dan untuk para pria, jika Anda mencoba untuk memperdebatkan sesuatu dengan wanita, jangan melakukannya pada pukul 15.00, karena itulah waktu terbaik bagi wanita untuk memenangkan perdebatan. Fakta lain mengatakan, waktu terbaik untuk meminta promosi jabatan adalah mulai pukul 13.00 daripada pagi hari. More
Soal: Apa hukum mendatangi istri di duburnya (belakang) atau mendatanginya dalam keadaan haidh atau nifas?

Jawab: Tidak boleh menggauli istri di duburnya atau dalam keadaan haidh dan nifas. Bahkan yang demikian itu termasuk dari dosa-dosa besar berdasarkan firman Allah Ta’ala (artinya):
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُواْ حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُواْ لأَنفُسِكُمْ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّكُم مُّلاَقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah “Haidh itu adalah kotoran.” Maka jauhilah diri kalian dari wanita ketika haidh. Dan janganlah kalian mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka sudah suci, maka datangilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri. Isteri-isteri kalian adalah (seperti) ladang (tempat bercocok tanam) bagi kalian. Maka datangilah ladang kalian bagaimanasaja kalian kehendaki.” (Al Baqarah 222-223)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan pada ayat ini wajibnya menjauhkan diri dari wanita ketika dalam keadaan haidh dan melarang untuk mendekati mereka sampai mereka dalam keadaan suci. Yang demikian itu menunjukkan atas pengharaman untuk menggauli mereka ketika dalam keadaan haidh dan seperti itu juga nifas. Dan jika mereka sudah bersuci dengan cara mandi, boleh bagi suami untuk mendatanginya di tempat yang diperintahkan Allah, yaitu mendatanginya dari arah depan (qubul), tempat “bercocok tanam” More
Oleh
Salim bin Ali bin Rasyid Asy-Syubli Abu Zur’ah
Muhammad bin Khalifah bin Muhammad Ar-Rabah.

Judul di atas dibuat dalam konteks kalimat tanya sebagaimana yang anda lihat untuk menarik perhatian pembaca yang mulia agar mempelajari pembahasan yang dikandung judul tersebut. Karena tidak ada seorang pun yang menulis tentang bab ini kecuali menyebutkan judul sunnahnya adzan pada telinga anak yang baru lahir, padahal tidaklah demikian karena lemahnya hadits-hadits yang diriwayatkan dalam permasalahan ini. [*]
_____________________________
[*] Kami telah meneliti sedapat mungkin riwayat-riwayat dan jalan-jalannya, dan berikut ini kami terangkan dalam pembahasan ini, kami katakan :
Ada tiga hadits yang diriwayatkan dalam masalah adzan pada telinga bayi ini.
Pertama.
Dari Abi Rafi maula Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam ia berkata : “Aku melihat Rasulullah mengumandangkan adzan di telinga Al-Hasan bin Ali dengan adzan shalat ketika Fathimah Radhiyallahu ‘anha melahirkannya”.
Dikeluarkan oleh Abu Daud (5105), At-Tirmidzi (4/1514), Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (9/300) dan Asy-Syu’ab (6/389-390), Ath-Thabrani dalam Al-Kabir (931-2578) dan Ad-Du’a karya beliau (2/944), Ahmad (6/9-391-392), Abdurrazzaq (7986), Ath-Thayalisi (970), Al-Hakim (3/179), Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (11/273). Berkata Al-Hakim : “Shahih isnadnya dan Al-Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya”. Ad-Dzahabi mengkritik penilaian Al-Hakim dan berkata : “Aku katakan : Ashim Dla’if”. Berkata At-Tirmidzi : “Hadits ini hasan shahih”.
Semuanya dari jalan Sufyan At-Tsauri dari Ashim bin Ubaidillah dari Ubaidillah bin Abi Rafi dari bapaknya. More
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya :
Apakah perayaan ulang tahun anak termasuk tasyabbuh (tindakan menyerupai) dengan budaya orang barat yang kafir ataukah semacam cara menyenangkan dan menggembirakan hati anak dan keluarganya ?

Jawaban.
Perayaan ulang tahun anak tidak lepas dari dua hal ; dianggap sebagai ibadah, atau hanya adat kebiasaan saja. Kalau dimaksudkan sebagai ibadah, maka hal itu termasuk bid’ah dalam agama Allah. Padahal peringatan dari amalan bid’ah dan penegasan bahwa dia termasuk sesat telah datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda:
“Artinya : Jauhilah perkara-perkara baru. Sesungguhnya setiap bid’ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan berada dalam Neraka”.
Namun jika dimaksudkan sebagai adat kebiasaan saja, maka hal itu mengandung dua sisi larangan.
Pertama.
Menjadikannya sebagai salah satu hari raya yang sebenarnya bukan merupakan hari raya (‘Ied). Tindakan ini berarti suatu kelalancangan terhadap Allah dan RasulNya, dimana kita menetapkannya sebagai ‘Ied (hari raya) dalam Islam, padahal Allah dan RasulNya tidak pernah menjadikannya sebagai hari raya.
More
12 Agu 2010 1 Komentar
Seorang perempuan apabila tidak suka kepada suaminya tidak sanggup bergaul bersama, maka diperkenankan menebus dirinya dan membeli kemerdekaannya dengan mengembalikan harta yang pernah diberikan oleh suami kepadanya berupa maskawin, atau hadiah dengan sedikit berkurang atau lebih menurut kesepakatan bersama. Akan tetapi yang lebih baik si laki-laki tidak mengambil lebih dari apa yang pernah diberikan.
Firman Allah:
“Jika kamu kawatir mereka berdua tidak dapat menegakkan batas-Batas ketentuan Allah, maka tidak dosa atas keduanya tentang sesuatu yang ia menebus dengannya.” (al-Baqarah: 229)
Isteri Tsabit bin Qais pernah datang kepada Nabi s.a.w. mengadukan:
“Ya Rasulullah! Sesungguhnya Tsabit bin Qais tidak saya cela budi dan agamanya, tetapi saya tidak tahan marahnya. Kemudian Nabi bertanya tentang apa yang pernah dia ambil dari suaminya itu. Ia menjawab: Kebun. Lantas Nabi bertanya lagi., Apakah kamu mau mengembalikan kebun itu kepadanya? Ia menjawab: Ya. Maka bersabdalah Nabi kepada Tsabit: Terimalah kebun itu dan cerailah dia.” (Riwayat Bukhari dan Nasa’i) More
Pertanyaan :
Saya mempunyai problem, tetapi memang akar permasalahannya cukup panjang untuk diutarakan disini. Yang saya tanyakan. Bagaimana sikap yang harus diambil terhadap menantu yang memusuhi mertuanya dan ia didukung oleh ibunya agar jangan pernah datang ke rumah orang tua saya. Saya kasihan, terutama kepada ibu saya, beliau menjadi tertekan atas sikap menantunya tersebut. Jazakumullah.
Ikhwan, Banten
Jawab :
Kami ikut prihatin dengan masalah yang sedang Anda hadapi. Memang tidak jarang terjadi adanya perselisihan antara ibu dengan menantunya (istri anaknya), yang kemudian mengarah kepada pertengkaran, dan ini amat disayangkan. Karena, bagaimanapun juga, ibu mertua adalah ibu suaminya. Sehingga, mau tidak mau harus dihormati dan tidak boleh dimusuhi.
Tidak dipungkiri, yang menjadi pemicunya, terkadang masalah yang ringan, tetapi kadang juga persoalan yang mendasar dan besar. Timbulnya bias karena faktor istri, tetapi kadang juga karena faktor ibu mertua itu sendiri, yang terkadang berlebihan dalam bersikap, sehingga membuat risih menantunya. Bahkan tak jarang membuat menantunya merasa sangat terganggu, sehingga tidak menyukai sikap ibu mertua, atau bahkan sampai “membencinya”. Bisa juga timbul karena miss komunikasi antara keduanya. Jadi perlu kejelasan duduk persoalan yang sedang Anda hadapi ini, agar dapat dicarikan solusi, dahulu baru kemudian mensikapinya dengan penuh bijak. Sebab, kata para ulama, hukum atas sesuatu itu adalah, cabang dari gambaran permasalahannya. More
Pertanyaan:

Sebagaimana diketahui, bahwa seorang Muslim tidak boleh malu
untuk menanyakan apa saja yang berkaitan dengan hukum
agama, baik yang bersifat umum maupun pribadi.
Oleh karena itu, izinkanlah kami mengajukan suatu pertanyaan
mengenai hubungan seksual antara suami-istri yang
berdasarkan agama, yaitu jika si istri menolak ajakan
suaminya dengan alasan yang dianggap tidak tepat atau tidak
berdasar. Apakah ada penetapan dan batas-batas tertentu
mengenai hal ini, serta apakah ada petunjuk-petunjuk yang
berdasarkan syariat Islam untuMk mengatur hubungan kedua
pasangan, terutama dalam masalah seksual tersebut
?
Jawab:
Benar, kita tidak boleh bersikap malu dalam memahami ilmu
agama, untuk menanyakan sesuatu hal. Aisyah r.a. telah
memuji wanita Anshar, bahwa mereka tidak dihalangi sifat
malu untuk menanyakan ilmu agama. Walaupun dalam
masalah-masalah yang berkaitan dengan haid, nifas, janabat,
dan lain-lainnya, di hadapan umum ketika di masjid, yang
biasanya dihadiri oleh orang banyak dan di saat para ulama
mengajarkan masalah-masalah wudhu, najasah (macam-macam
najis), mandi janabat, dan sebagainya.
Hal serupa juga terjadi di tempat-tempat pengajian Al-Qur’an
dan hadis yang ada hubungannya dengan masalah tersebut, yang
bagi para ulama tidak ada jalan lain, kecuali dengan cara
menerangkan secara jelas mengenai hukum-hukum Allah dan
Sunnah Nabi saw. dengan cara yang tidak mengurangi
kehormatan agama, kehebatan masjid dan kewibawaan para
ulama.
More
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Suami saya –semoga Allah memaafkannya- walaupun berakhlak baik dan takut kepada Allah, ia sama sekali tidak punya perhatian terhadap saya di rumah. Ia selalu bermuka masam dan mudah sekali tersinggung, bahkan saya sering dituduh sebagai penyebabnya. Tapi Allah Maha Tahu bahwa saya, alhamdulillah, senantiasa selalu memenuhi haknya dan selalu berusaha membuatnya tenang dan tenteram serta menjauhkan darinya segala sesuatu yang dapat menyakitinya, serta saya tetap bersabar menghadapi semua sikapnya terhadap saya.
Setiap kali saya bertanya tentang sesuatu atau mengajaknya berbicara tentang sesuatu, ia langsung marah dan menghardik, ia bilang bahwa itu perkataan bodoh dan tidak berguna, padahal ia selalu bersikap ceria terhadap teman-temannya. Sementara dalam pandangan saya sendiri, tidak ada yang saya lihat pada dirinya selain mencela dan memperlakukan saya dengan buruk. Sungguh hal ini sangat menyakiti dan menyiksa saya, sampai-sampai saya pergi meninggalkan rumah beberapa kali.
Saya sendiri , alhamdulillah, seorang wanita yang berpendidikan menengah (SLA) dan saya bisa melaksanakan apa yang diwajibkan Allah atas saya.
Syaikh yang terhormat, jika saya meninggalkan rumah dan mendidik anak-anak sendirian serta bersabar menghadapi kesulitan hidup, apakah saya berdosa? Atau haruskah saya tetap bersamanya dalam kondisi seperti itu sambil tidak bicara dan bersikap masa bodoh terhadap urusan dan problematikanya?
Tolong beritahu saya tentang apa yang harus saya lakukan. Semoga Allah memberikan kebaikan pada anda.

Jawaban
Tidak diragukan lagi, bahwa yang diwajibkan atas suami isteri adalah saling bergaul dengan cara yang patut, saling bertukar kasih sayang dan akhlak yang luhur disertai dengan sikap baik dan lapang dada. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Dan bergaullah dengan mereka secara patut” [An-Nisa : 19] More
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum laknat suami terhadap isterinya dengan sengaja ? Apakah isterinya menjadi haram baginya karena laknat tersebut ? Atau bahkan termasuk katagori talak ? Lalu apa kaffarahnya (terbusannya)?
Jawaban
Laknat seorang suami terhadap isterinya adalah perbuatan mungkar, tidak boleh dilakukan, bahkan termasuk dosa besar, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Melaknat seorang mukmin adalah seperti membunuhnya”. [1]
Dalam hadits lain disebutkan.
“Artinya : Mencela seorang muslim adalah suatu kefasikan dan membunuhnya adalah suatu kekufuran”.[2]
Dalam hadits lainnya lagi disebutkan.
“Artinya : Orang-orang yang suka melaknat itu tidak akan menjadi pemberi syafa’at dan tidak pula menjadi saksi pada hari kiamat”. [3] More
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum syari’at menurut anda tentang suami yang memukul isterinya dan mengambil hartanya dengan paksa serta memperlakukannya dengan perlakuan buruk?
Jawaban
Suami yang memukul isterinya, mengambil hartanya dengan paksa dan memperlakukannya dengan perlakuan yang buruk adalah orang yang berdosa dan maksiat terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, berdasarkan firman-Nya.
“Artinya : Dan bergaullah dengan mereka secara patut” [An-Nisa : 19]
Dan firman-Nya.
“Artinya : Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf” [Al-Baqarah : 228]
Seorang laki-laki tidak boleh memperlakukan isterinya dengan perilaku buruk seperti itu, sementara disisi lain ia menuntutnya untuk memperlakukan dirinya dengan baik. Sikap ini termasuk perbuatan zhalim yang tercakup dalam firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi” More

Ngingu Lele..